Kasus Narkoba Di Indonesia

Kasus Narkoba Di Indonesia

TEMPO.CO, Jakarta - Belum selesai dengan urusan kasus pembunuhan Brigadir J yang menyeret nama eks Kadiv Propam Ferdy Sambo, Polri kini harus berurusan dengan kasus Irjen Pol Teddy Minahasa terkait peredaran narkoba.

Kabar ini disampaikan langsung oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo. “Atas dasar hal tersebut (pengembangan penyelidikan kasus peredaran narkoba), saya minta tadi pagi Kadiv Propam untuk menjemput dan memeriksa Irjen TM" kata Listyo dalam keterangan resminya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apabila merujuk peraturan perundang-undangan, Irjen Pol Teddy Minahasa dapat dijerat dengan hukuman mati berdasarkan Pasal 114 Ayat 2, subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Namun, sampai saat ini, sejarah Indonesia belum pernah memberikan hukuman mati kepada perwira tinggi Polri. Kendati demikian, beberapa pengedar narkoba pernah dijatuhi hukuman mati, sebagai berikut.

Tempo mencatat bahwa Raheem merupakan salah satu narapidana Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan yang dieksekusi mati pada 2015 silam. Ia merupakan Warga Negara Nigeria bertinggal di Indonesia yang tertangkap basah memiliki 5 kilogram heroin. Permintaan terakhir Raheem adalah dimakamkan di Madiun, Jawa Timur dan organ tubuhnya agar dinorkan.

Di antara narapidana narkoba, nama Mary Jane tampaknya cukup populer bagi masyarakat Indonesia. Jane diketahui merupakan warga negara Filipina yang ditangkap kepolisian di Bandara Adi Sutjipto pada 2010 silam. Tempo mencatat bahwa ia terbukti menyelundupkan heroin seberat 2,6 kilogram.

3. Andrew Chan dan Myuran Sukumaran

Kasus narkoba dua orang ini dikenal dengan nama Bali Nine, yaitu penyelundupan 8,3 kilogram heroin keluar dari Indonesia oleh sembilan warga negara Australia. Berdasarkan hasil persidangan, Chan dan Sukumaran akhirnya dijatuhi hukuman mati pada 29 April 2015.

Bersama dengan sejumlah narapidana narkoba di Nusakambangan, Gularte dieksekusi mati pada 2015 lalu. Dikutip dari Tempo, Gularte merupakan warga negara Brazil yang kedapatan menyelundupkan 19 kilogram kokain di papan selancarnya.

Selain nama-nama terpidana mati di Nusakambangan, salah satu gembong narkoba terbesar di Indonesia yang dieksekusi mati adalah Freddy Budiman. Pasalnya, meskipun sempat tertangkap basah, Budiman tidak jera dan mengulangi kembali perbuatannya.

Dikutip dari Tempo, pada 1997, Freddy sudah terlibat dalam kasus narkoba pertamanya sehingga dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Kemudian, pada 2009, Freddy kembali kedapatan menyimpan 500 gram sabu-sabu sehingga divonis 3 Tahun 4 Bulan penjara.

Seakan tak jera, pada 2013, Freddy Budiman justru diketahui mengedarkan narkoba dan membuat pabrik sabu dari dalam lapas. Alhasil, ia dieksekusi mati di Nusakambangan, Jawa Tengah pada 29 Juli 2016.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Narkotika dan obat terlarang (narkoba) seperti ganja, sabu, dan ekstasi kerap disalahgunakan di Indonesia. Padahal, zat-zat tersebut dapat menimbulkan efek buruk bagi fisik dan mental penggunanya apabila tak sesuai tujuan medis atau tanpa pengawasan dokter.

Berdasarkan laporan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang bertajuk Indonesia Drug Report, sepanjang 2022 saja ada 32.734 kasus penyalahgunaan narkotika jenis sabu yang melibatkan 40.593 tersangka.

Kemudian sepanjang tahun lalu ada 8.963 tersangka kasus ganja, dan 765 kasus ekstasi yang diungkap BNN.

(Baca: Sabu Jadi Kasus Penyalahgunaan Narkoba Paling Banyak di Indonesia 2022)

Adapun harga sabu di pasaran Indonesia paling mahal dibanding narkoba lainnya. Menurut BNN, pada Maret 2023 harga sabu paling rendah Rp350 ribu per gram, sedangkan harga tertingginya mencapai Rp3,5 juta per gram.

Kemudian harga ekstasi berkisar antara Rp250 ribu sampai Rp1 juta per gram. Sementara harga ganja merupakan yang termurah, yakni di kisaran Rp1.500 sampai Rp300 ribu per gram.

(Baca: Industri Ganja Bisa Sumbang Pajak Hingga Rp14 Triliun per Tahun)

Jakarta (ANTARA) - Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkapkan satu keluarga yang terjerat kasus pabrik narkoba di Serang, Banten telah masuk ke dalam penjara usai diduga melakukan bisnis narkoba.

Dalam keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis, Kepala BNN Komjen Pol. Marthinus Hukom menyebutkan narkoba merupakan ancaman kemanusiaan yang harus segera diatasi.

"Karena itu, BNN terus berupaya untuk menjadi benteng-benteng moral dan benteng masyarakat agar tidak terpapar peredaran gelap narkotika," ucap Marthinus.

Bisnis gelap narkoba dikendalikan oleh narapidana kasus narkoba, Beny Setiawan, sebelumnya berhasil dibongkar oleh BNN di sebuah rumah mewah, Serang, Banten, Jumat (27/9).

Di situ, ditemukan barang bukti dengan total 971 ribu butir narkotika jenis PCC (Paracetamol, Caffeine, Carisoprodol) dan berjuta ton bahan obat keras.

Atas tindakan tersebut, Beny Setiawan dan keluarganya dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) subsider Pasal 113 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) subsider Pasal 112 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.

Adapun Beny membangun kerajaan bisnis haramnya dengan mengajak istri, anak, dan menantunya. Dalam sehari, pabrik narkotika rumahan tersebut dapat memproduksi hingga 80 ribu butir narkotika jenis PCC.

Kepada BNN, Beny mengaku memiliki ketertarikan membuat sebuah pil berdasarkan eksperimen sendiri serta informasi yang diperoleh dari buku.

Menurut Beny, bisnis tersebut bisa mendapatkan keuntungan yang sangat besar jika dibandingkan dengan usaha lainnya, seperti menjadi pemasok minyak goreng dan air minum kemasan yang sebelumnya ia geluti.

"Awalnya air berjalan, hanya beberapa ratus galon saja. Sementara usaha minyak itu tidak berjalan karena memang tidak punya duit," tutur Beny.

Selama menjalankan bisnis haram, Beny memiliki perkiraan aset mencapai Rp10 miliar, yang terdiri atas dua rumah, empat mobil merek Alphard, Baleno, Serena, dan mobil boks.

Adapun pengatur keuangan bisnis narkotika selama ini merupakan istri Beny bernama Reni Aria, lantaran Beny berada di Lapas Kelas II Pemuda Tangerang.

Sang istri memiliki peran melakukan transaksi pembayaran pembelian bahan baku berupa PCC dengan nilai transaksi hingga Rp600 juta.

Jejak Beny dalam mengolah bisnis narkoba mengalir ke sang anak. Andrei, yang berperan sebagai kurir pengantar hasil produksi, diupah sebesar Rp450 juta dari dua kali pengantaran yang dilakukan.

Sementara menantu Beny bernama Lutfi, memiliki peran yang tak kalah penting dengan membantu produksi pembuatan PCC bersama Jafar yang merupakan pengolah narkotika.

Baca juga: BPOM: Narkotika PCC sering disalahgunakan untuk target anak SMA Baca juga: BNN buru dalang pabrik narkotika di rumah mewah Kota Serang

Pewarta: Agatha Olivia VictoriaEditor: Tasrief Tarmizi Copyright © ANTARA 2024

MEMOonline.co.id, Sumenep- Seorang anggota DPRD Kabupaten Sumenep dari Daerah Pemilihan (Dapil) 1 ditangkap polisi atas dugaan kasus narkoba, Rabu (4/12/2024).

Legislator berinisial B ini baru dilantik untuk periode 2024-2029 dan kini menjalani pemeriksaan di Polres Sumenep.

B ditangkap pada pukul 21.53 WIB dan langsung dibawa ke Mapolres untuk penyelidikan lebih lanjut.

Kasatreskoba Polres Sumenep, AKP Anwar Subagyo, membenarkan penangkapan tersebut.

“Benar,” ujarnya singkat.

Ia meminta konfirmasi lebih lanjut kepada Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti.

Widiarti menyatakan pihaknya masih memeriksa informasi terkait kronologi dan motif kasus ini.

“Kami masih kroscek,” katanya, Rabu malam.

Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi oleh spekulasi yang berkembang sebelum ada keterangan resmi.

Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan legislator yang seharusnya menjaga integritas dan tanggung jawab sebagai wakil rakyat.

Hingga berita ini ditayangkan, Polres Sumenep belum merilis detail terkait kronologi, motif, maupun barang bukti yang diamankan.

Dapil 1 Sumenep sendiri diwakili oleh tujuh legislator dari berbagai partai, termasuk PKB, Gerindra, PDIP, PKS, PAN, dan PPP.

Namun, pihak berwenang belum mengungkap identitas lengkap tersangka.

Penulis     :   Alvian

Editor        :   Udiens

Publisher  :  Syafika Auliyak

MEMOonline.co.id, Sumenep- Satreskrim Polres Sumenep berhasil mengungkap kasus penganiayaan yang dilakukan secara bersama-sama berdasarkan Laporan...

MEMOonline.co.id, Sumenep- Puluhan Mahasiswa yang tergabung dalam Front Pejuang Keadilan (FPK) mengecam keras keterlibatan anggota DPRD Kabupaten...

MEMOonline.co.id, Jember- Bupati Jember terpilih, Muhammad Fawait, mulai menyusun langkah strategis untuk mewujudkan mimpi...

p>MEMOonline.co.id, Sumenep- Kecelakaan akibat jalan berlubang kembali menjadi sorotan, terutama di jalur alternatif wilayah utara yang menghubungkan...

MEMOonline.co.id, Sumenep- Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Sumenep digelar untuk membahas Nota Penjelasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah...

Hak Cipta © 2023 Divisi Humas Polri. All Right Reserved.

Partai NasDem resmi memecat Azhari David Yolanda, anggota DPRD Batam. Dia dipecat karena terlibat kasus narkoba.

DPP Partai Nasdem telah mengeluarkan surat keputusan (SK) pergantian antar waktu (PAW) terhadap Azhari. Surat itu diserahkan langsung oleh Wasekjen DPP Nasdem ke DPW Nasdem Kepri.

"Suratnya keputusan PAW sudah dikeluarkan oleh DPP. Kemarin diantar oleh Wasekjen DPP ke Batam," kata Sekretaris DPW Nasdem Kepri, Muhammad Kamaludin, Kamis (9/2/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kamal mengatakan surat keputusan PAW Azhari akan segera diproses pihaknya. Nantinya, surat tersebut akan dibahas bersama DPD Nasdem Batam dan menentukan PAW Azhari.

"Segera kita bahas bersama untuk langkah selanjutnya. Untuk pengganti ialah suara terbanyak kedua yakni Rival Pribadi," ujarnya.

Sebelumnya, Azhari ditangkap personel Polresta Barelang atas kepemilikan sabu. Dia diamankan bersama seorang rekan wanita di kamar Hotel Pasifik pada Rabu (25/1/2023).

"Benar, kita amankan seorang pria berinisial ADY (Azhari David Yolanda) dan seorang perempuan berinisial N(Natasya) pada Rabu (25/1) kemarin," kata Kasat Resnarkoba Kompol Lulik Febyantara, Kamis (26/1/2023).

Lulik mengatakan dari penangkapan kedua pelaku tersebut pihaknya juga mengamankan barang bukti berupa 0,68 gram sabu. Setelah dilakukan penimbangan berat bersih sabu tersebut berjumlah 0,24 gram.

Saat diamankan kedua orang tersebut tidak melakukan perlawanan. Saat pemeriksaan oleh penyidik di Satresnarkoba Polresta Barelang baru diketahui salah satunya berinisial ADY merupakan anggota DPRD Kota Batam.

"Waktu kami amankan pertama kali belum diketahui kalau itu anggota DPRD Batam. Setelah pemeriksaan di kantor baru kita tahu kalau ADY merupakan anggota DPRD Kota Batam," ujarnya.

Azhari David Yolanda dan rekan wanitanya bernama Natasya terancam hukuman penjara selama 4 tahun. Keduanya ditetapkan tersangka atas kepemilikan sabu tersebut.

"Kedua tersangka dijerat dengan pasal 114 ayat 1, junto 112 ayat 1, junto 132 UU tentang Narkotika dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun atau seumur hidup," ujarnya.

Pembelian sabu oleh kedua tersangka itu didorong oleh rasa penasaran ADY. ADY kepada penyidik Satresnarkoba mengaku belum pernah menggunakan sabu dan pernah menggunakan ekstasi namun pada 2022 lalu.

"Pengakuan ADY ia penasaran sehingga mau mencoba. Sedangkan NR mengaku sudah dua kali menggunakan sabu yang diperoleh dari Beb (DPO). Hasil tes urine kedua tersangka negatif amfetamin. Keduanya tetap ditahan dan diproses karena kepemilikan sabu," ujarnya

KOMPAS.com – Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman yang menimbulkan teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban massal atau kerusakan dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.

Salah satu bentuk terorisme adalah aksi peledakan bom. Selain itu, ada juga berbagai aksi teror lain yang berkaitan dengan kepentingan kelompoknya, seperti perampokan dan lain-lain.

Di Indonesia, berbagai aksi bom, termasuk bom bunuh diri, marak terjadi sejak tahun 2000. Salah satu yang paling banyak menelan korban dan menarik perhatian dunia adalah Bom Bali I.

Berikut beberapa kasus terorisme di Indonesia dan penyelesaiannya.

Ledakan bom terjadi di gereja-gereja di 13 kota di Indonesia pada malam Natal tahun 2000. Mulai dari Medan, Pekanbaru, Jakarta, Mojokerto, Mataram, dan kota lainnya.

Serangan yang terjadi secara serentak ini menyebabkan 16 orang meninggal dan 96 orang terluka.

Serangan-serangan bom tersebut dikomandoi oleh Encep Nurjaman alias Ridwan Isamuddin alias Hambali, salah satu pemimpin Jama'ah Islamiyah, kelompok afiliasi Al-Qaida di Asia Tenggara.

Saat ini, Hambali berada dibawah penahanan militer Amerika Serikat di pangkalan militer Amerika di Teluk Guantanamo, Kuba.

Ia ditetapkan sebagai kombatan dan akan menjalani persidangan militer Amerika atas tuduhan bertanggung jawab dalam beberapa serangan teroris.

Bagi Amerika, seseorang yang menjadi bagian atau mendukung Taliban atau kekuatan Al-Qaida, atau kekuatan terkait yang terlibat permusuhan dengan Amerika Serikat atau mitra koalisinya dianggap sebagai kombatan atau musuh.

Baca juga: Densus 88 Tegaskan Tak Pandang Latar Belakang Agama dalam Menindak Teroris

Tiga bom meledak di Bali pada 12 Oktober 2002. Ledakan ini menewaskan 202 orang dan ratusan orang menderita luka.

Ledakan pertama terjadi di depan Diskotek Sari Club, Jalan Legian, Kuta. Tidak berselang lama, ledakan kedua terjadi Diskotek Paddy’s yang berada di seberang Sari Club.

Setelah itu, ledakan ketiga terjadi tak jauh dari Konsulat Amerika Serikat di wilayah Renon, Denpasar.

Selain korban jiwa, ledakan bom ini juga merusak bangunan-bangunan di sekitar lokasi kejadian.

Polisi kemudian menangkap Amrozi, Imam Samudra alias Abdul Aziz, Ali Ghufron, Ali Imron, Mubarok alias Utomo Pamungkas, dan Suranto Abdul Gani. Tersangka lain, Dulmatin, tewas saat penangkapan.

Mereka terbukti bersalah melakukan pengeboman tersebut. Dalam persidangan, terungkap bahwa para pelaku merupakan anggota Jamaah Islamiyah (JI).

Amrozi, Imam Samudra dan Ali Ghufron divonis mati dan telah dieksekusi pada November 2008. Sedangkan Ali Imron, Mubarok dan Suranto Abdul Gani divonis penjara seumur hidup.

Terbaru, Koordinator Bom Bali I, Arif Sunarso alias Zulkarnaen alias Daud alias Abdullah Abdurrohman divonis 15 tahun penjara pada Januari 2022. Ia ditangkap Densus 88 Antiteror Polri pada 10 Desember 2020 setelah buron 18 tahun.

Tak hanya menjadi otak dalam aksi Bom Bali I saja, Zulkarnaen juga menjadi dalang dalam peledakan gereja serentak pada malam Natal tahun 2000.

Ledakan bom terjadi di dua hotel berbintang lima yang merupakan jaringan hotel Amerika, JW Marriot dan Ritz Carlton, di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, 17 Juli 2009 pagi.

Jumlah yang tewas dalam dua kejadian ini sembilan orang, enam di antaranya warga negara asing, dan lebih dari 40 orang luka-luka. Dua di antara yang tewas merupakan pelaku bom bunuh diri.

Kejadian ini merupakan bagian dari aksi kelompok JI yang didalangi Noordin M. Top. Para pelaku yang terlibat dalam teror ini telah divonis enam tahun tahun hingga seumur hidup.

Sementara dua bulan kemudian, Noordin M. Top tewas dalam baku tembak yag terjadi saat penangkapan di Solo.

Baca juga: Mahfud: Korupsi, Terorisme, dan Narkoba Masalah Besar Penegakan Hukum

Perampokan bersenjata terjadi di Medan pada 18 Agustus 2010. Dalam kejadian ini, seorang polisi yang bertugas di bank tersebut tewas ditembak dan dua petugas keamanan terluka.

Kawanan perampokan berhasil menggasak uang sekitar Rp200 juta. Tak hanya CIMB Niaga, mereka juga diketahui merampok sejumlah tempat lain, seperti Bank Sumut, money changer di Belawan, Medan, Bank BRI, dan sebagainya.

Belakangan terungkap bahwa kawanan ini berkaitan dengan jaringan teroris Aceh-Banten-Jabar yang termasuk di antaranya kelompok JI.

Dana hasil perampokan akan digunakan untuk mendanai sejumlah aksi terorisme, termasuk membeli senjata api dan granat. Sebanyak 16 orang ditangkap terkait kasus ini.

Tiga di antaranya meninggal karena melawan saat ditangkap. Para pelaku yang terlibat telah divonis mulai dari lima hingga 12 tahun penjara.

Ledakan bom bunuh diri terjadi saat solat Jumat di Masjid Polres Cirebon Kota pada 15 April 2011.

Dalam kejadian ini, pelaku bom bunuh diri tewas di tempat dan lebih dari 20 orang menderita luka, satu di antaranya Kapolres Cirebon Kota AKBP Herukoco.

Para pelaku dari kelompok Cirebon yang terlibat dalam aksi ini telah divonis lima hingga sembilan tahun penjara.

Rentetan penyerangan terhadap tokoh agama terjadi secara beruntun pada 2018.

Dua kasus yang menarik perhatian publik adalah penganiayaan terhadap Pimpinan Pondok Pesantren Al Hidayah di Cicalengka, Kabupaten Bandung, KH Umar Basri, dan tokoh organisasi keagamaan dari Persis (Persatuan Islam), Ustaz Prawoto.

Umar Basri dianiaya seseorang usai solat Subuh, 27 Januari 2018. Akibat dipukul kayu, Umar mengalami luka parah.

Namun, pelaku Asep Ukin yang dinyatakan bersalah tidak bisa dipidana karena menderita gangguan jiwa.

Kasus kedua adalah penganiayaan yang menyebakan tewasnya tokoh Persis, organisasi massa Islam terbesar di Jawa Barat, Prawoto.

Pelaku, Asep Maftuh, telah divonis tujuh tahun penjara. Ia dinyatakan tidak menderita gangguan jiwa seperti yang disebut sebelumnya.

Berbagai kasus penyerangan terhadap tokoh agama juga terjadi setelah itu. Sebagian besar pelaku dinyatakan mengalami gangguan jiwa.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2012. Terorisme di Indonesia: Dalam Tinjauan Psikologis. Tangerang: Pustaka Alvabet.